RumahCom – Umumnya, calon pembeli yang hendak membeli hunian baru
akan mencari informasi selengkap-lengkapnya. Mulai dari perbandingan
lokasi, harga, sampai dengan fasilitas yang tersedia di sekitarnya.
Salah satu cara paling lazim dilakukan ketika hendak berburu proyek
residensial baru seperti apartemen atau perumahan adalah melalui brosur.
Media cetak atau
online yang berupa
soft copy ini
memang paling praktis menjelaskan sebuah produk. Brosur bisa dalam
bentuk cetak kertas atau file digital untuk disebarkan di internet.
Brosur yang bagus tentu akan lebih menarik pembaca untuk melakukan
pembelian.
Sayangnya, media promosi yang satu ini sering menawarkan bahasa
marketing
yang kerap kali mengecoh. Nah, agar Anda memahami cara membaca brosur
yang benar, berikut ini beberapa hal yang bisa Anda perhatikan.
Contoh Flyer
- Promo Uang Muka
Ada banyak strategi pemasaran yang ditawarkan oleh
developer
untuk menarik konsumen dalam membeli rumah atau apartemen baru. Salah
satunya ialah dengan menawarkan keringanan dalam membayar uang muka.
Seperti yang telah diketahui, sebelum mengajukan KPR, pembeli wajib
menyerahkan uang muka sekitar 20 sampai dengan 30 persen.
Untuk meringankan bobot pembayaran tersebut, pengembang sering
menawarkan promo uang muka mulai dari 10 persen sampai dengan promo
“tanpa DP”. Dalam memahami skema keringanan uang muka ini, Anda harus
bertanya langsung dengan bagian staf
marketing. Terlebih untuk promo tanpa DP. Bentuk promosi seperti ini terbilang jarang ditemukan dan memerlukan beberapa syarat tertentu.
- Memahami NUP
Mungkin beberapa dari Anda masih asing dengan kata NUP (Nomor Urut Pembelian) yang sering dicantumkan pada
headline
brosur. NUP adalah urutan pembelian yang didapat dari pembeli potensial
dengan membayar sejumlah uang. Biasanya, seminggu atau tiga hari
menjelang peluncuran, pembeli potensial sudah mendapatkan NUP tersebut.
Berbeda dengan
booking fee, NUP biasanya bersifat
refundable
atau bisa dikembalikan jika batal membeli. Jumlahnya juga ringan mulai
dari Rp1 juta sesuai dengan kebijakan pengembang. Nah, nominal yang
ringan ini sering menjadi iming-iming yang ditampilkan dengan ukuran
font besar di bagian brosur. Seperti contoh
tagline “Bayar 1 juta dapat apartemen Rp250juta.”
- Cicilan dan Harga
Banderol angka yang berkaitan dengan harga dan cicilan seringkali
mengecoh calon pembeli. Hal pertama yang harus Anda waspadai adalah
penulisan kata berakhiran –an yang menjelaskan nominal harga. Semisal
“Apartemen strategis harga Rp200 jutaan”, atau “Cicilan perbulan hanya
Rp2 jutaan.” Faktanya, apartemen tersebut bisa jadi memiliki harga Rp295
juta atau cicilan perbulannya mencapai Rp2,9 juta. Walaupun terkesan
mengecoh, Anda tidak bisa menyalahkan pengembang karena imbuhan
berakhiran –an memang bermaksud untuk menjelaskan kisaran angka yang
tidak spesifik.
- Kritis Soal Lokasi
Semua orang tentu mencari lokasi strategis ketika hendak membeli
properti. Untuk itu, pengembang sering mencantumkan jarak tempuh yang
kurang akurat demi menarik perhatian konsumen. Sebagai contoh, jika
terdapat tulisan “Hanya 5 menit dari pintu tol”, maka Anda harus
melakukan
double check untuk memastikan kebenarannya.
Pelajari apakah daerah tersebut kerap mengalami kepadatan lalu lintas
di jam-jam sibuk, atau selalu lengang dan lancar? Jika tidak
memungkinkan untuk datang ke lokasi atau bertanya kepada warga lokal di
sekitarnya, Anda juga bisa mengecek jarak dan waktu tempuh melalui
Google Maps.
TRP Tahap Awal Blok C
- Jangan Mudah Percaya
Sebagai salah satu alat pemasaran, brosur tidak menjelaskan banyak
hal yang terperinci. Beberapa diantaranya ada yang mencantumkan promo
atau gratis namun luput dari penjelasan syarat dan ketentuan.
Ilustrasi artistik juga tidak selalu persis dengan aslinya. Oleh
karena itu, sebelum kecewa, ada baiknya Anda aktif bertanya kepada staf
bagian pemasaran secara langsung. Jika tertera jaminan ROI (Return of
Investment) atau kembali modal, Anda juga perlu meminta perhitungan yang
rinci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar